DENPASAR – balinusra.com | Denting jazz dari berbagai penjuru dunia akan kembali menggema di Ubud dalam perhelatan Sthala Ubud Village Jazz Festival (UVJF) 2025 yang digelar pada 1–2 Agustus mendatang. Mengusung tema “Langit & Bumi”, festival tahunan ini menyatukan musikalitas, semangat komunitas, dan kepedulian lingkungan dalam satu panggung budaya.
Hal ini terungkap dalam konferensi pers yang berlangsung di Teroemboe Resto, Sanur, Jumat (25/7/2025). Festival yang memasuki tahun ketiga di Sthala ini akan menghadirkan musisi dari Indonesia, Vietnam, Jerman, Prancis, Rusia, Jepang, Serbia, hingga kolaborasi lintas negara Jerman–Ceko–Serbia. Penampilan mereka akan terbagi di dua panggung utama: Stage Giri (langit) dan Stage Subak (bumi).
Dukungan Internasional dan Talenta Lokal
General Manager Sthala Ubud Bali (Marriott International), Lasta Arimbawa, menyatakan optimisme terhadap penyelenggaraan tahun ini. “Kami memilih Teroemboe sebagai lokasi jumpa pers karena aksesibilitasnya dan karena Teroemboe merupakan bagian dari keluarga besar Sthala. Kualitas pelayanan tetap kami jaga sesuai standar internasional,” ujarnya.
Sementara itu, Co-founder UVJF, Yuri Mahatma, menekankan bahwa tahun ini menjadi tantangan tersendiri karena banyaknya musisi dari berbagai negara. “Kami tetap berkomitmen memberi ruang bagi talenta baru dari Indonesia, seperti Mahanada, musisi muda berusia 15 tahun, serta Gayatri dan musisi senior Mas Boggie Prasetyo dari Jazz Traveler,” kata Yuri.
Musisi senior Boggie Prasetyo menyatakan kebanggaannya bisa kembali tampil sejak pertama kali ikut serta pada 2014. “Festival ini konsisten menjaga idealismenya untuk tetap menghadirkan jazz murni, meskipun genre ini kerap dianggap ‘musik minoritas’,” ungkapnya.
Vokalis jazz Gayatri yang akan tampil perdana di UVJF turut mengapresiasi pendekatan festival. “Komitmen ini jarang ditemukan di festival musik lainnya di Indonesia,” ujarnya.
Sementara itu, musisi muda Mahanada menyatakan antusiasmenya tampil di UVJF. “Saya akan membawakan beberapa karya dari album saya dengan aransemen khusus. Ini adalah sebuah kehormatan,” katanya.
Konsep Ramah Lingkungan: ‘Nyegara Gunung’
Desainer konsep UVJF 2025, Klick dan Dina, menekankan bahwa festival ini tak hanya tentang musik, tetapi juga kepedulian terhadap alam. Mereka mengangkat filosofi ‘Nyegara Gunung’ sebagai dasar desain dan penyusunan program pendukung festival.
“Kami meniadakan penggunaan gelas plastik dan kertas. Pengunjung akan menggunakan gelas khusus yang bisa digunakan ulang dengan sistem deposit Rp10.000. Tersedia pula refill tumbler dengan skema pay as you wish,” ujar Dina.
Isu kualitas udara juga diangkat melalui desain visual dan kolaborasi bersama komunitas layang-layang Kite Community yang digawangi Kadek Armika. “Semua festival seharusnya mulai menerapkan sistem ramah lingkungan seperti ini,” tambah Klick.
Komitmen Komunitas Tanpa Orientasi Komersial
Co-founder lainnya, Anom Darsana, menegaskan bahwa UVJF tidak pernah dibangun dengan tujuan mengejar keuntungan.“Selama 12 tahun, kami tidak pernah mengejar keuntungan. Tak satu pun dari kami hidup dari festival ini. Tapi semangat kami tak pernah padam,” tegas Anom.
UVJF juga bekerja sama dengan pihak-pihak yang memiliki nilai serupa, termasuk Sora System dari Solo yang akan menangani sistem suara di panggung utama. Baiq