DENPASAR – balinusra.com | Hujan deras yang mengguyur Bali pada 9–10 September ini telah menimbulkan banjir di berbagai titik, melumpuhkan akses jalan, merendam rumah warga, bahkan menyebabkan runtuhnya bangunan di berbagai lokasi di Bali. Peristiwa ini kembali mengingatkan kita betapa nyata ancaman hidrometeorologi di Bali dan urgensi membangun ketangguhan komunitas sejak tingkat desa.
Dalam konteks inilah, IDEP Selaras Alam melalui Program Bali Mandala melaksanakan kegiatan Peningkatan Kapasitas Lokal melalui Pelatihan Konvergensi PRB-API-SDG’s dengan pendekatan GEDSI. Kegiatan ini digelar selama 10 hari di empat desa di Gianyar dan Karangasem: Desa Pejeng Kelod, Desa Manukaya, Desa Labasari, dan Desa Nawakerti. Saat ini pelatihan berlangsung di Gianyar, sebelum dilanjutkan pekan depan ke Kecamatan Abang, Karangasem.
Program ini menjadi ruang bersama bagi Forum PRB Desa (F-PRB), pemerintah desa, kelompok marginal, perempuan, penyandang disabilitas, pemuda, hingga tokoh adat untuk memperkuat peran desa dalam membangun Desa Tangguh Bencana (DESTANA) yang inklusif. Lebih dari 120 peserta dilatih untuk memahami konvergensi Pengurangan Risiko Bencana (PRB), Adaptasi Perubahan Iklim (API), dan tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs), sekaligus mengarusutamakan GEDSI dalam aksi mitigasi dan adaptasi
“Terkait pelatihan konvergensi PRB-API-SDG’s untuk Forum-PRB Desa, pesan yang penting adalah F-PRB sebagai mitra pembangunan pemerintah desa mampu memberikan dukungan konkret dalam perencanaan ke depan, terutama melalui usulan Musrenbangdes di akhir September nanti. Adaptasi perubahan iklim dan pengurangan risiko bencana menjadi penting mengingat kondisi iklim ekstrem sudah kita rasakan langsung. Proses adaptasi ini harus dilakukan sedini mungkin melalui pemberdayaan masyarakat,” ujar Putu Suryawan, Manajer Program IDEP.
Pelatihan ini bukan hanya membuka wawasan teknis, tetapi juga membangun rasa percaya diri dan keberdayaan kelompok marginal. Riwayu Sasih, penyandang disabilitas dari Desa Manukaya, mengungkapkan:
“Walaupun saya punya keterbatasan, saya sangat senang bisa ikut kegiatan ini. Dari sini saya bisa belajar tentang penanggulangan bencana dan adaptasi iklim. Harapannya pengetahuan ini bisa diteruskan ke generasi selanjutnya.”
Dari Desa Pejeng Kelod, I Ketut Astawa, peserta disabilitas, mengaku awalnya ragu ikut karena keterbatasan fisik. Namun setelah terlibat, ia merasa diterima dan mendapat pengalaman berharga:
“Saya senang karena ternyata bisa ikut aktif tanpa menghambat kegiatan. Dari sini saya jadi tahu dasar-dasar penanggulangan bencana, yang sebelumnya hanya saya lihat di televisi.”
Sementara itu, dari sisi teknis, Della Ema Nurdiana, Analis PRB BPBD Provinsi Bali yang turut menjadi narasumber, menegaskan pentingnya integrasi PRB dan API:
“PRB dan API memang berbeda, tapi bisa saling melengkapi. Misalnya menanam pohon, itu bisa sekaligus menjadi mitigasi longsor dan menurunkan emisi gas rumah kaca. Jadi sekali program, dampaknya ganda bagi pembangunan berkelanjutan.”
Melalui proses ini, pelatihan bukan sekadar teori, melainkan juga menghasilkan Rencana Aksi Desa yang akan diinternalisasi ke dalam RPJM Desa. Dengan begitu, upaya pengurangan risiko bencana dan adaptasi iklim dapat terarah, inklusif, dan berkelanjutan
Program Bali Mandala merupakan bagian dari program prioritas Pemerintah Indonesia yang didukung oleh Pemerintah Australia melalui program bilateral SIAP SIAGA. Program ini lahir sebagai jawaban atas kondisi iklim ekstrem di Bali. Data BNPB mencatat, sepanjang 2024 terjadi lebih dari 80 insiden cuaca ekstrem di Bali . Pelatihan ini menjadi bagian penting dari upaya membangun ketangguhan, dengan menempatkan masyarakat sebagai aktor utama perubahan.
Sebagaimana terlihat dalam musibah banjir yang baru saja terjadi, kerentanan Bali terhadap bencana iklim menuntut aksi nyata lintas sektor. Bali Mandala berharap desa-desa dampingan dapat menjadi contoh praktik baik bagi daerah lain: desa yang inklusif, berdaya, dan siap menghadapi tantangan iklim yang kian nyata. *