Pansus TRAP DPRD Bali Dorong Kepatuhan Tata Ruang di Kawasan Wisata Nuanu

Nuanu
Pemasangan Police Line di kawasan Nuanu. Foto : Ace

TABANAN – balinusra.com | Panitia Khusus Penegakan Peraturan Daerah terkait Tata Ruang, Perizinan, dan Aset Daerah (Pansus TRAP) DPRD Provinsi Bali kembali melakukan sidak kedua di kawasan Nuanu Creative City, Desa Beraban, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan, pada Jumat (17/10/2025).

Sidak ini merupakan tindak lanjut dari sidak pertama yang dilakukan pada 28 Agustus 2025, sebagai bagian dari evaluasi lapangan terhadap hasil peninjauan sebelumnya.

Namun, hasil evaluasi terbaru menunjukkan bahwa kolam dan menara (tower) yang berdiri di tepi jurang belum dibongkar, meski DPRD Bali telah memberikan peringatan tegas dan melakukan pengecekan atas perizinan kawasan tersebut.

Sidak dipimpin oleh Sekretaris Pansus TRAP DPRD Bali I Dewa Rai, S.H., M.H., didampingi Wakil Sekretaris Dr. Somvir, serta Ketua Pansus Dr. (C) I Made Supartha, S.H., M.H. Mereka meninjau langsung ke lokasi bersama OPD terkait dari Pemprov Bali dan Pemkab Tabanan, di luar kehadiran Satpol PP.

Pihak manajemen Nuanu dinilai kooperatif dan menyadari kesalahan pembangunan di area tebing. Mereka bahkan menutup tower dan kolam secara mandiri di hadapan tim Pansus dan perwakilan OPD.

Meski demikian, Pansus TRAP menyoroti keras kurangnya keseriusan Satpol PP Provinsi Bali dan Satpol PP Kabupaten Tabanan dalam menindaklanjuti rekomendasi DPRD Bali.

“Satpol PP adalah penegak Perda dan Perkada, tapi faktanya mereka tidak menjalankan tugasnya. Ini bukan lagi soal kelalaian, tapi sudah seperti penyakit kronis birokrasi yang dibiarkan berlarut,” tegas I Dewa Rai, didampingi Dr. Somvir.

Menurutnya, ketidakmampuan Satpol PP menegakkan aturan turut merusak sistem tata ruang Bali. Pembiaran seperti ini juga dapat menciptakan preseden buruk bagi penegakan hukum dan tata kelola ruang di kawasan wisata internasional.

Pansus menilai sikap pasif aparat penegak perda menghambat fungsi pengawasan DPRD Bali sekaligus melemahkan wibawa pemerintah daerah.

Laporan hasil sidak akan segera direkomendasikan kepada Pimpinan DPRD Bali dan Gubernur Bali untuk menjadi dasar langkah hukum, kebijakan, dan administratif selanjutnya.

“Saya mohon kepada Gubernur Bali agar Satpol PP Bali dan Satpol PP Tabanan dievaluasi, bahkan diganti. Setiap kali ada penertiban tata ruang mereka selalu mencari alasan dan mengabaikan tugas pokoknya. Satpol PP ini seperti sakit kronis atau masuk angin,” ujar Dewa Rai.

Sementara itu, Ketua Pansus TRAP DPRD Bali, Dr. (C) I Made Supartha, menegaskan bahwa pihak manajemen Nuanu sangat kooperatif dalam proses penertiban tata ruang, aset daerah, dan perizinan.

Ia menyebutkan, izin-izin yang belum lengkap, termasuk dokumen UPL dan UKL, sedang dalam proses penyempurnaan.

“Kerja sama ini sudah baik. Kita tidak anti-investasi, bahkan sangat terbuka terhadap investasi, asalkan tidak melanggar tata ruang,” kata Made Supartha.

Menurutnya, investasi yang tertib dan sesuai aturan akan membawa manfaat ekonomi yang terukur bagi masyarakat. Namun, ia menyayangkan ketidaksiapan Satpol PP Provinsi maupun Kabupaten dalam menjalankan tugas penegakan perda.

“Kurang bagusnya hanya di Satpol PP Provinsi Bali dan Kabupaten Tabanan yang tidak kooperatif. Akibatnya, pihak manajemen Nuanu sampai memasang sendiri garis Satpol PP Line sebagai tanda penghentian sementara aktivitas di lokasi. Ini akan kami evaluasi dan bahas dalam rapat kerja,” ujarnya.

Made Supartha menambahkan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, tidak boleh ada aktivitas di pinggir tebing dan jurang karena merupakan wilayah mitigasi bencana.

Apabila terjadi kecelakaan yang menyebabkan korban jiwa di kawasan tersebut, pengelola bisa terancam pidana hingga 15 tahun penjara.

“Itu jelas tanggung jawab manajemen Nuanu sebagai pengelola. Mereka harus mendapat sosialisasi yang benar soal tata ruang,” kata Made Supartha.

Ia menegaskan bahwa ketentuan tersebut juga diatur dalam RTRW Provinsi Bali, termasuk wilayah sempadan pantai, sungai, dan tebing.

Terkait penutupan sementara Utopia Cafe Club, ia menegaskan bahwa hal tersebut merupakan sanksi administratif, bukan pidana.

“Sanksi administratif itu berupa penutupan sementara, pencabutan izin, atau pembongkaran. Semua diatur dalam UU Nomor 26 Tahun 2007 dan Perda RTRWP. Prinsipnya, filosofi Nangun Sat Kerthi Loka Bali dan Tri Hita Karana harus jadi pegangan dalam setiap kegiatan,” tandasnya.

Lebih jauh, Made Supartha menyebutkan bahwa Pansus TRAP DPRD Bali telah mencatat evaluasi serupa di seluruh kabupaten/kota se-Bali.

“Ini baru awal di Tabanan. Kami akan lanjut ke daerah lain sesuai jadwal,” ujarnya.

Di sisi lain, Senior Legal Officer Nuanu Creative City, Gede Wahyu Harianto, menjelaskan bahwa pihaknya didatangi tim Pansus TRAP untuk membenahi area di sekitar Luna Beach Club yang berada di tepi tebing sekitar lima meter dari bawah.

Menurutnya, Nuanu telah mengantongi seluruh izin resmi, termasuk Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), Sertifikat Laik Fungsi (SLF), dan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).

“Kami sudah punya izin lengkap. Hanya saja ada masukan dari Pansus agar dilakukan perbaikan tata ruang di tebing. Itu sifatnya korektif,” ujar Wahyu Harianto.

Sebagai bentuk kepatuhan, pihaknya memasang Satpol PP Line sebagai tanda penghentian sementara aktivitas di Utopia Cafe Club.

“Izin kami lengkap, tapi memang ada hal-hal kecil yang perlu diperbaiki. Kami akan segera menindaklanjuti dan tetap berkoordinasi dengan Pansus TRAP DPRD Bali,” pungkasnya. Tim

 

TERP HP-01