DENPASAR – balinusra.com | Kuasa hukum Paul La Fontaine, Hotmaruli P Andreas. N, S.H., kembali menyoroti jalannya proses hukum yang menimpa kliennya. Selain kecewa terhadap vonis ringan dalam kasus pengeroyokan, Hotmaruli juga mengungkap adanya rangkaian ketidakadilan lain yang belum terselesaikan.
Dalam wawancara di Pojok Sudirman, Denpasar, Selasa (30/9/2025), Hotmaruli menegaskan bahwa vonis 1 tahun 3 bulan terhadap pelaku pengeroyokan jauh dari rasa keadilan. “Ancaman hukuman dalam Pasal 170 KUHP bisa lebih dari 5 tahun, tetapi yang dituntut hanya 1 tahun 8 bulan, dan divonis lebih ringan lagi. Itu jelas merendahkan nilai keadilan yang seharusnya ditegakkan dalam perkara pidana,” tegasnya.
Insiden Pengeroyokan Saat Ulang Tahun Anak
Kasus pengeroyokan yang diputus hari ini berawal dari insiden ketika Paul hendak memberikan hadiah ulang tahun untuk anak kembarnya. Alih-alih bisa bertemu anaknya, Paul justru menjadi korban kekerasan fisik oleh beberapa pria. Barang-barangnya, termasuk bingkai foto dan hadiah ulang tahun, ikut dirusak.
Peristiwa itulah yang kemudian diproses secara hukum hingga sampai ke Pengadilan Negeri Denpasar.
Mantan Istri Tidak Penuhi Panggilan Eksekusi
Hotmaruli juga menyinggung perkara lain terkait hak asuh anak. Ia menyebut bahwa mantan istri Paul, Adinda Viraya Paramitha, tidak pernah memenuhi panggilan pengadilan untuk eksekusi putusan.
“Dalam hukum perdata, ada yang disebut pasal kumulatif. Perbuatan yang dilakukan oleh Adinda dapat masuk kategori perbuatan melawan hukum. Bahkan, dari bukti chat yang ada, muncul indikasi adanya unsur pemerasan, karena Adinda pernah menyebut Paul bisa bertemu anaknya asal memberikan uang. Paul sebenarnya tidak minta banyak, hanya ingin melihat anaknya. Aneh sekali ketika saya cek, pihak pengadilan justru mengatakan tidak tahu alamatnya,” ujar Hotmaruli.
Laporan KDRT Tidak Terbukti dan Sengketa Aset
Sebelumnya, Paul juga pernah dilaporkan atas dugaan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Namun laporan tersebut telah terbukti tidak berdasar dan dinyatakan tidak terbukti. Paul menilai hal itu hanyalah upaya menjatuhkan nama baiknya.
Selain itu, sengketa terkait kepemilikan Villa Casablanca juga sempat menyeruak, dengan tuduhan pemalsuan tanda tangan. Paul membantah keras tuduhan itu dan menilai isu aset hanyalah cara lain untuk memperburuk posisinya.
Sorotan Kuasa Hukum
Dengan rangkaian persoalan ini, Hotmaruli menilai posisi Paul sebagai korban justru semakin terpinggirkan.
“Vonis ringan dalam kasus pengeroyokan hanyalah satu contoh. Ketidakjelasan eksekusi hak asuh, dugaan perbuatan melawan hukum, bahkan indikasi pemerasan, semuanya memperlihatkan lemahnya perlindungan hukum terhadap klien kami. Kami akan menempuh langkah hukum lanjutan agar hak Paul, terutama untuk bertemu dengan anak-anaknya, benar-benar ditegakkan,” tutupnya. Ica