Kemnaker Hapus Batas Usia dalam Rekrutmen, Gung Eddy: Langkah Progresif tapi Perlu Aturan Pendukung  

Eddy Gorda
Dr. AAN Eddy Supriyadinata Gorda - Foto : Dokumen

DENPASAR – balinusra.com | Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) resmi menghapus batasan usia sebagai syarat dalam proses rekrutmen kerja. Kebijakan ini disambut positif oleh para pencari kerja karena dinilai membuka kesempatan kerja yang lebih luas bagi semua kelompok usia.

Kebijakan tersebut tertuang dalam Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/6/HK.04/V/2025 tentang Larangan Diskriminasi dalam Proses Rekrutmen Tenaga Kerja yang diterbitkan pada Rabu, 28 Mei 2025. Dalam SE yang ditandatangani oleh Menteri Ketenagakerjaan Yassierli itu, ditegaskan bahwa Kemnaker berupaya mewujudkan prinsip nondiskriminasi dalam proses rekrutmen tenaga kerja.

Akademisi Universitas Pendidikan Nasional (Undiknas) Denpasar, AAN Eddy Supriyadinata Gorda, menilai bahwa penghapusan batas usia tenaga kerja merupakan langkah progresif dan inklusif. Ia menyebut, kebijakan ini sesuai dengan perkembangan zaman, mengingat usia harapan hidup dan kemampuan produktif manusia yang semakin panjang.

Namun demikian, menurut ESG-sapaan akrabnya, tidak semua jenis pekerjaan dapat dilakukan tanpa mempertimbangkan batas usia. Terutama untuk pekerjaan yang menuntut kekuatan fisik, ketangkasan tinggi, atau memiliki risiko kerja yang besar.

“Oleh karena itu, regulasi tetap harus mengakomodir deskripsi pekerjaan (job description) dan spesifikasi pekerjaan (job specification) yang jelas. Penghapusan usia jangan sampai mengabaikan aspek keselamatan dan kesehatan kerja,” kata ESG, Rabu (4/5/2025).

Pemerintah Diminta Berlaku Adil

ESG yang juga Ketua Yayasan Perkumpulan Pendidikan Nasional Denpasar menambahkan, pemerintah sebaiknya tidak hanya fokus pada pemberian sanksi kepada perusahaan yang melanggar aturan ketenagakerjaan, termasuk soal usia pensiun atau pemutusan hubungan kerja (PHK).

Menurutnya, untuk mendorong terciptanya budaya kerja yang lebih inklusif, pemerintah perlu memberikan reward atau insentif kepada perusahaan, khususnya di sektor swasta, yang telah menerapkan kebijakan ketenagakerjaan yang inklusif terkait usia tenaga kerja.

“Insentif ini bisa berupa keringanan pajak, penghargaan, atau kemudahan akses perizinan. Dengan demikian, perusahaan akan lebih termotivasi untuk mengadopsi kebijakan yang adil dan berkelanjutan,” katanya.

Ia juga menekankan pentingnya peran perusahaan milik negara atau perusahaan publik sebagai role model dalam penerapan kebijakan ketenagakerjaan yang adil dan transparan. Hal ini mencakup proses PHK yang adil, pembatasan usia yang proporsional sesuai kebutuhan pekerjaan, serta aturan yang tidak diskriminatif.

“Jika perusahaan publik sudah menerapkan standar tinggi, maka perusahaan swasta akan terdorong untuk mengikuti. Ini penting untuk menciptakan ekosistem ketenagakerjaan yang lebih sehat dan berkeadilan,” jelasnya.

Lebih lanjut, ESG menilai bahwa penghapusan batas usia seharusnya dibarengi dengan program pelatihan dan pengembangan kompetensi yang berkelanjutan. Tujuannya agar tenaga kerja senior tetap relevan dan produktif di dunia kerja yang terus berubah.

Menurutnya, kebijakan ini harus mampu menjaga keseimbangan antara tenaga kerja senior dan generasi muda, agar tidak menimbulkan konflik kepentingan atau pengangguran struktural.

“Tenaga kerja yang sudah tidak produktif secara fisik harus mendapatkan perlindungan sosial yang memadai, seperti jaminan kesehatan dan pensiun yang layak,” tutup ESG.

 

TERP HP-01