DENPASAR – balinusra.com | Gubernur Bali Wayan Koster menegaskan pentingnya keberpihakan pemerintah pusat terhadap daerah yang memberikan kontribusi besar dalam sektor pariwisata nasional. Hal ini disampaikannya saat menerima Kunjungan Kerja Spesifik Komisi VII DPR RI di Jayasabha, Denpasar, pada Rabu (2/7/2025).
Kunjungan Komisi VII DPR RI yang dipimpin Dr. Evita Nursanty Iqbal bertujuan menyerap aspirasi daerah guna penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kepariwisataan yang tengah dibahas dan telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
“Saat ini Komisi VII DPR RI tengah membahas RUU Kepariwisataan yang telah masuk Prolegnas. Untuk itu, melalui kunjungan ini, kami ingin mendengar langsung kondisi riil pariwisata Bali, termasuk berbagai isu aktual seperti premanisme, over tourism, serta izin usaha vila,” ujar Evita dalam sambutannya.
Menanggapi hal itu, Gubernur Koster menyampaikan bahwa Bali sangat berkepentingan terhadap regulasi pariwisata nasional karena pariwisata merupakan sektor andalan perekonomian daerah.
“Dari 126 juta wisatawan di ASEAN, 13 juta mengunjungi Indonesia dan 6,33 juta di antaranya datang ke Bali. Dari total devisa pariwisata nasional sebesar Rp 243 triliun, Rp107 triliun atau sekitar 44 persen disumbangkan dari Bali. Bahkan, kontribusi sektor pariwisata terhadap PDRB Bali mencapai 66 persen,” urainya.
Gubernur meminta agar RUU Kepariwisataan mengatur pemberian insentif kepada daerah tujuan wisata utama, seperti Bali, dalam bentuk pembangunan infrastruktur strategis dan penguatan kapasitas daerah sesuai karakteristiknya.
“Saya memberikan masukan agar ada norma dalam RUU itu yang mengatur daerah-daerah yang menjadi tujuan wisata dunia agar diberikan insentif berupa pembangunan infrastruktur, sarana prasarana strategis, dan kebutuhan lainnya,” ujar Koster.
Namun, Gubernur juga menyoroti berbagai permasalahan pariwisata di Bali, antara lain, alih fungsi lahan pertanian, meningkatnya sampah, ancaman krisis air bersih, kemacetan, dominasi usaha asing, ketimpangan pembangunan wilayah, migrasi tinggi, hingga menjamurnya usaha ilegal oleh WNA.
“Masalah ini nyata, tapi tidak bisa langsung disimpulkan sebagai over tourism. Luas Bali jauh lebih besar dari Singapura. Yang terjadi adalah perilaku wisatawan yang tidak tertib,” tegasnya.
Koster menyampaikan bahwa penertiban dan penegakan hukum terhadap pelanggaran wisatawan tetap dilakukan, termasuk deportasi terhadap ratusan WNA. Namun, tindakan dilakukan secara terukur agar tidak menghambat pemulihan sektor pariwisata.
Pertemuan ini dihadiri oleh Pimpinan dan Anggota Komisi VII DPR RI, antara lain Chusnunia Chalim, Beniyanto, Banyu Biru Djarot, Marcel Oehmke, Taufan Pratama Zasya, Izzuddin Al Qassam, dan lainnya. Hadir pula perwakilan asosiasi usaha pariwisata, pimpinan daerah kabupaten/kota se-Bali, dan pengelola KEK Sanur dan Kura-Kura Bali. Baiq