DENPASAR – balinusra.com | Duta Kabupaten Tabanan berhasil meraih Juara I pada Wimbakara (Lomba) Ngwacén (membaca) Lontar Bulan Bahasa Bali (BBB) VII yang berlangsung di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Provinsi Bali, Rabu (19/2). Sementara di posisi juara II dan III masing-masing diraih oleh Duta Kabupaten Gianyar dan duta Kota Denpasar. Lomba membaca lontar diikuti 9 peserta merupakan perwakilan dari 8 kabupaten dan 1 kota di Bali.
Dewan Juri, Prof. Dr. Drs. I Made Surada, M.A. mengatakan, penampilan dari 9 peserta tampak bersemangat mengikuti lomba membaca lontar ini. Namun, tidak ada peserta yang membaca lontar dengan mulus. Semua peserta memiliki kesalahan dalam membaca.
“Itu wajar, karena lontar itu baru, dan didalamnya ada istilah-istilah baru yang mereka kenal. Berbeda dengan lomba tahun lalu, adalah cerita, sehingga dipahami oleg peserta,” katanya.
Dari segi vocal, semua peserta memiliki kualitas vocal yang bagus. Hanya saja, karena tidak mengerti akhirnya mereka salah baca. Intonasinya juga rata-rata menarik. Jika maknanya dipahami, maka intonasinya akan bagus.
Dari segi keutuhan, mereka diberikan waktu 10 menit mampu membaca secara utuh. Lalu, ketepatan membaca dan penampilan yang rata-rata bagus. Termasuk dalam segi menyimak, mereka tampak bagus kalau memang mamahami makna teks itu.
Menurut Guru Besar UHN I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar menjelaskan, jenis lontar yang dibaca ini terlalu “wayah”, yang tidak sesuai dengan umur para peserta yang setingkat SMA dan SMK ini.
Jenis lontar itu masuk Teologi Hindu, yakni tentang para Dewa atau Bhatara-bhatara yang beristana di Puta Besakih kemudian Dewa Dewa yang beristana pada setiap penjuru mata angin, lalu dikaitkan dengan pura pura sesuai dengan penjuru mata angin tersebut.
Isi lontar secara umum adalah menguraikan tentang Bhatara Bhatara atau para Dewa Ista Dewata yang wajib disungsung oleh desa adat di Bali. Selain itu, juga menguraikan tentang Pura Penataran Agung di Besakih.
“Mohon maaf, kami melihat dari tulisan, lontar ini cukup baru, tata tulisnya masih banyak yang kurang, terutama pasang aksara banyak yang menyimpang,” imbuhnya.
Karena itu, lanjut Prof. Surada, jenis lontar yang dibaca ini untuk seumuran para peserta terlalu jauh. Maka, wajar mereka tak terlalu lancar membacanya. Bagaimana mereka membaca, kalau mereka tidak memahami dari maksud dari tulisan itu.
“Kalau orang-orang yang mengetahui Teologi tidak masalah dalam membacanya. Tetapi, kami mengagumi penampilan para peserta lomba baca lontar kali ini yang sangat lumayan, meskipun semua peserta ada yang salah,” imbuhnya.
Artinya, jelas Prof. Surada, tidak ada peserta yang membaca mulus. Semuanya salah. Namun, itu wajar karena istilah-istilah itu baru mereka kenal. Mereka tidak mengerti nama-nama Bhatara, sehingga salah mengucapkan.
“Jujur, kami acungkan jempol kepada anak-anak muda ini. Ini lontar baru, tetapi sudah mampu dibaca oleh anak-anak yang masih berstatus pelajar ini, dan sangat wajar mereka sulit memahami dan menafsirkan kata-katanya,” paparnya.
Prof. Surada menambahkan, dari 9 peserta yang tampil itu tampak sekali telah melakukan persiapan diri. Hal itu bisa dilihat dari semangat mereka berusaha. Walau ada yang terdiam lama, tetapi mereka masih bisa membacanya. “Kami saran kepada panitia untuk lomba besok hindari lontar wayah seperti ini untuk peserta lomba yang masih muda, karena ini termasuk lontar tatwa, dan tergolong kelas berat,” sebutnya. BN-01