Kenaikan PBB P2 di Badung Capai 3.500%, Puspa Negara Minta Perbup Dikaji Ulang

Puspem Badung
Kantor pusat pemerintahan Kabupaten Badung. Foto : Ist

BADUNG – balinusra.com | Kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) di Kabupaten Badung tahun 2025 menimbulkan keresahan masyarakat. Bahkan, ditemukan kasus kenaikan hingga 3.500 persen. Kondisi ini mendorong Anggota DPRD Badung dari Fraksi Gerindra, I Wayan Puspa Negara, mendesak pemerintah daerah mengkaji ulang Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 11 Tahun 2025 yang menjadi dasar kebijakan tersebut.

Puspa Negara menegaskan bahwa kenaikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dan PBB P2 harus mempertimbangkan kondisi sosial ekonomi masyarakat, terutama di tengah situasi pemulihan pascapandemi. “Kami masih menunggu pengaduan masyarakat. Jika secara umum mencekik, maka perlu dibatalkan seperti di Pati dan Jepara,” ujarnya.

Ia juga meminta agar kajian ulang dilakukan secara cermat dengan melibatkan partisipasi publik, khususnya warga Badung Selatan seperti Kuta, Kuta Selatan, dan Kuta Utara yang paling terdampak.

Salah satu kasus mencolok yang diterima Puspa Negara adalah milik warga Kuta Utara. Pada 2024, ia hanya membayar PBB sebesar Rp28.774 untuk lahan tegalannya. Namun pada 2025, jumlahnya melonjak drastis menjadi Rp1.027.225 atau naik 3.569 persen. Kasus serupa terjadi di Kuta Selatan dan Kuta, di mana tagihan PBB P2 melambung dari jutaan rupiah menjadi belasan juta rupiah.

Fenomena kenaikan PBB dan NJOP ternyata tidak hanya terjadi di Badung. Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian menyebut ada 20 daerah yang telah menaikkan tarif pajak ini sejak 2022. Namun, dua di antaranya—Pati dan Jepara—sudah membatalkan kebijakan setelah mendapat protes keras warga. “Dari 20 daerah ini, dua daerah sudah membatalkan, Pati dan Jepara,” ungkap Mendagri.

Melihat situasi itu, Puspa Negara berharap Pemkab Badung mencontoh langkah Pati dan Jepara. Ia meminta Perbup No. 11 Tahun 2025 segera direvisi dan pengenaan PBB P2 dikembalikan ke tarif 2024, kecuali bagi lahan yang secara faktual mengalami perubahan fungsi.

Selain itu, ia menegaskan pentingnya mempertahankan kebijakan “PBB nol rupiah” yang berlaku sejak 2017 untuk rumah tinggal dengan luas bangunan maksimal 500 m² serta lahan pertanian.

Bagi masyarakat yang keberatan, Puspa Negara mengingatkan bahwa sesuai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022, mereka berhak mengajukan keberatan. “Kami siap bersama-sama memfasilitasinya,” tegasnya.

Langkah ini diharapkan menjadi jalan keluar dari polemik pajak yang meresahkan sekaligus mengembalikan kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah. Baiq

TERP HP-01