Pemprov Bali Siap Turun Tangan Redam Polemik MDA

Giri Prasta
Nyoman Giri Prasta saat diwawancarai awak media. Foto : Zohra

DENPASAR – balinusra.com | Wakil Gubernur Bali, Nyoman Giri Prasta, menegaskan bahwa persoalan yang menyangkut adat harus dikembalikan kepada keputusan masyarakat adat itu sendiri, namun tetap dalam koridor hukum negara. Penegasan ini disampaikan menyusul polemik seputar kewenangan Majelis Desa Adat (MDA) Bali yang memantik kritik publik.

“Jadi begini, kalau kita berbicara masalah adat, ini harus kita kembalikan sepenuhnya kepada keputusan masalah adat. Tapi harus diingat satu hal, adat ini tidak boleh melanggar hukum positif. Artinya apa? Hukum kita itu adalah negara hukum,” kata Giri Prasta, usai Sidang Paripurna ke-25 DPRD Bali,  Senin (21/7/2025).

Ia menyebut, dalam konteks wilayah adat, masyarakat adat memegang kendali penuh atas keputusan di wilayahnya. Namun demikian, ia menggarisbawahi bahwa Peraturan Daerah (Perda) Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat lebih sebagai pedoman atau tuntunan, bukan aturan yang mengikat secara kaku.

“Kalau tatanan wilayah adat itu adalah kewenangan sepenuhnya yang dilakukan oleh adat ketika wilayahnya itu hak wilayah, misalkan contoh dan sebagainya. Saya kira sekarang ada Perda 4 Tahun 2019 tentang desa adat ini, kita akan kembalikan sepenuhnya, itu adalah merupakan tuntunan. Bukan regulasinya mengikat sepenuhnya, bukan begitu,” ucapnya.

Ia juga menekankan pentingnya menghormati keputusan masyarakat adat, terutama dalam proses pemilihan Bendesa Adat.

“Tuntunan, sehingga keputusan masyarakat adat ini harus dihormati dengan baik. Apalagi pemilihan seperti kemarin itu adalah pemilihan bendesa adat. Siapa yang dipilih oleh masyarakat, ya itu yang harus kita,” kata Giri.

Terkait pelantikan bendesa oleh MDA, Giri menjelaskan bahwa proses tersebut hanya bersifat simbolik. “Saya kira pelantikan itu sesungguhnya, ini sesungguhnya itu pengukuhannya saja yang di desa adat. Tinggal siapa yang sudah dipilih oleh desa adat itu yang di-SK-kan. Misalkan contoh, misalkan kami di Badung nih, pemilihan desa adat oleh masyarakat desa adat itu nanti di-SK-kan oleh pemerintah kabupaten, dan insentifnya itu pun itu dari kabupaten,” jelasnya.

Saat ditanya mengenai posisi atau kewenangan Bendesa Agung dalam pelantikan bendesa, Giri memilih untuk tidak memberi penilaian langsung. “Saya tidak akan melihat ke ranah itu, agar tidak terjadi fait accompli,” ujarnya.

Namun demikian, ia menegaskan bahwa pemerintah provinsi akan turun tangan untuk mencegah polemik ini berkembang menjadi konflik horizontal di masyarakat.

“Saya ingin urusan masyarakat desa adat ini harus saya clearkan. Kami akan turun tangan urusan ini, kami sudah dapat perintah dari Pak Gubernur. Dan teman-teman DPRD sudah tahu semua,” tegasnya.

Ia mengingatkan bahwa desa adat merupakan pilar utama dalam struktur sosial budaya masyarakat Bali yang harus dijaga dari potensi perpecahan.

“Jangan sampai terjadi konflik urusan adat, karena benteng terdepan dan terakhir kita adalah desa adat yang dibimbing oleh bendesa, saya kira itu,” pungkasnya. *

TERP HP-01