Bahasa sebagai Kunci Kebenaran dan Perdamaian

Dr. Kadek Wedananta
Dr. Kadek Adyatna Wedananta, S.Pd.,M,Pd - Foto : Dokumen

Para ahli bahasa setuju bahwa tidak ada yang benar-benar tahu kapan bahasa pertama kali digunakan manusia. Bahasa ada sejak manusia ada. Oleh karena itu, sejarah bahasa berlangsung sepanjang sejarah manusia. Sedikit bukti yang dikumpulkan para peneliti sejarah bahasa membuat kesimpulan bahwa bahasa pertama kali muncul kurang lebih 3000 SM, tetapi kesimpulan ini dianggap spekulatif dan tidak didukung oleh bukti yang kuat.

Darwin (1809-1882) mendukung hipotesis tentang teori bahasa bahwa bahasa pada dasarnya lisan dan berkembang dari pantomime mulut, di mana alat suara seperti lidah, pita suara, larynk, hidung, karet suara, dan sebagainya secara refleks berusaha meniru gerakan tangan dan mengeluarkan suara, yang kemudian dirangkai untuk menjadi ujaran (bahasa) yang bermakna.

Bahasa manusia awalnya hanya ekspresi emosi, seperti manusia sendiri. Contohnya, mengeluarkan udara dari mulut dan hidung membuat suara “pooh” atau “pish” adalah cara untuk menyatakan perasaan jengkel atau jijik. Max Miller (1823-1900), seorang ahli filologi Jerman dari Inggris, menyebut teori ini “teori poo-pooh”.

Bahasa adalah bagian penting dari kehidupan manusia. Tanpa bahasa, manusia tidak bisa hidup dengan baik dan teratur. Mereka tidak dapat berinteraksi dengan mudah dan baik antara satu sama lain, dan mereka juga tidak dapat memahami perasaan dan keinginan orang lain. Hal ini juga menyebabkan perbedaan dan kurangnya ikatan emosional satu sama lain. Bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi penting dalam interaksi manusia. Orang dapat menggunakan bahasa untuk berkomunikasi dengan orang lain tentang ide, gagasan, keinginan, perasaan, dan pengalaman mereka. Bahasa merupakan salah satu manifestasi dari peradaban dan kebudayaan manusia. Menurut kamus linguistik, bahasa didefinisikan sebagai kumpulan lambang bunyi yang bebas yang digunakan oleh anggota masyarakat untuk mengidentifikasi diri, berinteraksi, dan bekerja sama (Susanti, 2012).

Berdasarkan bagaimana sejarah Bahasa dan asal usul fungsi Bahasa harusnya Bahasa digunakan untuk pencipta perdamaian antar umat manusia. Namun, Bahasa sampai saat ini masih digunakan untuk tujuan yang tidak benar seperti berbohong atau menyampaikan informasi palsu, contohnya sebagai alat untuk membunuh karakter manusia lainnya dengan cara memfitnah. Fitnah adalah pernyataan palsu, bohong atau tidak benar yang disebarkan untuk menjelekkan seseorang, seperti menodai nama baik atau merugikan kehormatan seseorang. Perilaku ini tentu saja sangat merugikan orang – orang yang menjadi korbannya. Hal ini dapat merusak hubungan korban dengan orang – orang sekitarnya gara – gara ketidakbenaran atau fitnah yang disebarkan oleh pelaku yang tidak bertanggung jawab itu.

Selain itu, penggunaan Bahasa yang tidak baik terjadi ketika orang – orang masih suka menyampaikan kata – kata kasar atau tidak baik kepada orang lain dengan maksud memaki, menghina atau merendahkan. Bukankah ada yang bilang bahwa “lidah tidak bertulang” dan “mulutmu adalah Harimaumu”. Dalam ajaran agama ada yang dimaksud Wacika Parisuda dimana kita harus mengendalikan ucapan kita, jangan sampai itu menghancurkan orang lain. Setidaknya jika ada hal buruk di kepala atau pikiran kita, biarkan hanya sampai disana saja. Apa gunanya kita merapal mantra yang suci jika mulut kita masih digunakan untuk berkata kotor atau tidak baik.

Kesadaran berbahasa yang sesuai dengan nilai Kebajikan atau dharma sepertinya lebih sering ditinggalkan di zaman yang orang sebut Kaliyuga ini. Oleh karena itu, rasa empati yang tinggi sebaiknya menjadi dasar yang paling utama dalam menggunakan bahasa. Bahasa seharusnya  digunakan untuk menyampaikan kebenaran dan menjaga perdamaian. *

Penulis : Dr. Kadek Adyatna Wedananta, S.Pd.,M,Pd., ( Dosen Universitas Pendidikan Nasional) 

TERP HP-01